‘Free
at your own leisure’ in
Sydney
‘Free at your own leisure’, begitu tertulis di
lembar jadwal itinerary hari terakhir wisata kami di Sydney, Australia setelah
6 hari sebelumnya acara kami dipadati oleh kunjungan ke berbagai spot2 wisata
di Melbourne dan Sydney.
Tentu saja acara ini dimanfaatkan oleh semua anggota
rombongan kami yang berjumlah 16 orang, wisata kami kali ini juga merupakan
acara reunian, kami semua alumni dari perguruan tinggi yang sama hampir 30
tahun yl .. (gak terasa ternyata kami sudah tua ya …?). Reuni yang sungguh membahagiakan ..
Oke ..kembali ke itinerary hari ini ..karena acara
bebas, maka terbagilah kami dalam kelompok2 kecil dengan interest yang sama
..ada yang mengejar oleh2 untuk dibawa pulang ke tanah air, ada yang shopping,
ada yang belanja gadget2 baru titipan anak2 di rumah atau barang2 branded, ada
yang berpetualang kuliner dll ..
Aku memilih untuk menikmati suasana kota, selain
murah ..cukup menyenangkan mengamati keseharian aktifitas warga Sydey di hari
kerja. Aku dan seorang temanku memilih menggunakan
bus umum gratis yang disediakan pemerintah kota Sydney. Bus no 555 biasa disebut Free Sydney CBD, bus
dengan warna hijau terang sehingga mudah dikenali, dengan rute Central
Station-Circular Quay dan kembali lagi ke central station.
Halte bus no 555 yang terdekat dari hotel kami
berjarak 5 menit berjalan kaki, halte Goulburn St yang terletak di jalan utama George St. Kami
tidak perlu menunggu lama karena bus ini beroperasi setiap 10 menit dimulai jm
09.30 pagi dan berakhir jam 16-17 sore hari. Bus ini merupakan fasilitas bagi
para turis karena di hampir setiap halte yang dilewati bus ini letaknya
berdekatan dengan objek wisata sekitar Central Business District (CBD) kota
Sydney, seperti Town Hall, Martin Place, The Queen Victoria Centre, Hyde Park, Circular
Quay, Cina town dan seterusnya .. Kita bisa naik dan
turun bus no 555 ini di setiap halte sepuasnya dan gratis ..tiss ..
Kami berdua turun di halte Queen Victoria Building
atau biasa disebut QVB, bangunan klasik bergaya era Victoria th 1800 an ini
benar2 menawarkan suasana unik. Bangunan fisik gedung 6 lantai termasuk 2
lantai di basement ini benar2 sangat terawat dan dipertahankan sesuai dengan bentuk
aslinya. Difungsikan sebagai mall
bergengsi bagi kelas menengah keatas.
Memasuki pintu utama QVB, sudah bisa terlihat
spanduk raksasa menawarkan produk fashion kelas
atas yang tergantung di atap bangunan berlantai 6 ini. Toko2 dan butik dengan merk mendunia, berjejer
apik, beberapa diantaranya menawarkan potongan menggiurkan, menggoda para
pengunjungnya. Di bagian tengah bangunan lantai dasar berjejer gerai berbagai macam makanan dan
café, bagi pengunjung yang hanya ingin sekedar menikmati suasana bangunan klasik
ini atau melepas lelah setelah memborong .. hehehe .. bagi yang ingin meng up-date event atau potongan yang sedang
ditawarkan, bisa browsing ke http://www.qvb.com.au
Hampir seluruh bangunan QVB dipertahankan seperti bentuk aslinya tangga2 yang melingkar menghadap jendela2 berkaca patri antik untuk menangkap cahaya, lift kuno pun masih tetap dioperasikan dengan baik, pilar2 penyangga gedung dengan bentuk khas gaya Victoria, selasaran ber karpet tebal dengan motif klasik .. pemandangan yang benar2 bisa membawa kita ke abad 18 ..
Lift kuno yang masih berfungsi baik |
Ada 2 jam besar yang menarik perhatianku, terletak di utara dan selatan gedung tergantung kokoh di atapnya yang berbentuk dome setinggi lebih kurang 10 meter. Jam besar yang tergantung di bagian utara gedung dinamakan ‘The Great Australian Clock’ , jam ini menggambarkan perjalanan sejarah Australia dari sisi Aborigin dan hubungannya dengan negara Eropa lainnya.
The Great Australian Clock |
The Royal Clock |
Setelah puas ber jalan2 mengagumi QVB, perjalanan kulanjutkan menuju kawasan the rocks dengan kembali menggunakan fasilitas gratis bus no 555, dan turun di sekitar Circular Quay, 5 menit berjalan kaki sampailah di kawasan The Rocks.
The Rocks merupakan kawasan tua yang letaknya tidak jauh dari Sydney Harbour Bridge, banyak orang bilang jika kita ingin tahu lebih banyak tentang berdirinya kota Sydney mulailah dengan menjelajah The Rocks.
Konon kabarnya kawasan The Rocks dulunya dibangun oleh tangan2 para narapidana Inggris yang dibuang ke Australia, sehingga kawasan ini adalah cikal bakal kota Sydney sekarang. Dengan menyusuri gang-gang sempit di kawasan ini, kita bisa menikmati bangunan2 tua dan membayangkan betapa kerasnya kehidupan masa itu. Walaupun jalan2 dan gang2 sempit di kawasan The Rocks kelihatannya membingungkan, tapi kita tidak perlu khawatir karena The Rocks tidak terlalu besar untuk dijelajahi.
Saat
ini kawasan The Rocks digunakan sebagai salah satu destinasi wisata budaya dan
tempat bagi warga untuk bersosialisasi. Bangunan2 tua disulap menjadi restoran, kafe atau galeri seni,
dengan tetap berusaha mempertahankan bentuk bangunan aslinya. Bagi pencinta kuliner dapat bertualang disini
karena berbagai macam sajian ada disini. Begitu juga bagi yang memiliki hobby
berbelanja souvenir banyak gerai souvenir disini terutama di hari minggu.
Di
salah satu gang, di belakang gedung Informasi terletak museum ‘The
Rocks discovery museum’, museum ini menempati rumah lama berlantai tiga
dan sangat disayangkan keberadaannya kurang menonjol sehingga terkadang bisa
terlewatkan oleh para wisatawan.
Memasuki
museum ini, kita akan disambut oleh staf yang ramah di front desk, yang
memberikan brosur tentang museum. Dinding museum tidak dicat sempurna dan
tangga2 yang terbuat dari kayu mengantar kita dari satu lantai ke lantai
berikutnya. Banyak barang2 dan benda2 kuno yang dulu digunakan se hari2 oleh masyarakat
pendatang ketika mereka baru menginjakkan kaki di Sydney. Ada beberapa lukisan
yang terpampang di dinding yang memberi informasi mengenai sejarah perkembangan
kota Sidney. Menurutku informasi yang disajikan oleh museum ini cukup lengkap
dan mereka sudah berusaha merekam perjalanan sejarah kota Sydney dengan cukup
sempurna paling tidak itu pendapatku yang sangat awam dengan persoalan2 yang
menyangkut sejarah ...
Terus
terang aku sungguh kagum pada kesungguhan pemerintah kota untuk mempertahankan
The Rocks sebagai tempat bersejarah demi mempertahankan nilai2 budaya kota
dimana kelak generasi mudanya dapat mengenali jejak perjalanan perkembangan
kotanya. Padahal lokasi The Rocks
sungguh komersil bila dibangun mall, hotel atau apartemen.
Mudah2an
kita bangsa Indonesia dapat belajar dari pemerinta kota Sydney untuk
menghormati budaya dan sejarah perkembangan kotanya yang harganya sungguh sangat
tak ternilai dengan uang ..
sampai ketemu di posting yang lain |